Sosialisasi
Sosialisasi
adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau
masyarakat.
Sejumlah sosiolog
menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory).
Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan
oleh individu.
Jenis sosialisasi
Keluarga sebagai perantara sosialisasi primer
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi
menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder
(dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung
dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua
institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama,
terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama
menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
- Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann
mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani
individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum
masuk ke sekolah.
Anak mulai mengenal anggota keluarga dan
lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan
orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang
terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi
secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan
interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
- Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses
sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke
dalam kelompok tertentu dalam masyarakat.
Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi.
Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru.
Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan'
identitas diri yang lama.
Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat
mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah
seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu
berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila
nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah.
Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider
dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak
terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe
sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
- Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui
lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara,
seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
- Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat
atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat,
sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi
informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti
di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi
dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami
proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan
disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan
mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya,
apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah
perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara
formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena
individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola:
sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif
(repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap
kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan
materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua.
Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi
perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang
tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi
partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak
diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat
simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan
diletakkan pada interaksi dan komunikasi
bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak.
Keluarga menjadi generalized other.
Proses sosialisasi
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa
sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai
berikut.
- Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia
dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia
sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada
tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan
ibu
kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata
tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami
secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
- Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya
seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa.
Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang
tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan
kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai
terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak
orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang
yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana
anak menyerap norma dan nilai.
Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant
other)
- Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang
dan digantikan oleh peran yang secara langsung
dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada
posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama.
Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan
bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi
semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan
dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di
luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu,
anak mulai menyadari bahwa ada norma
tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
- Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia
sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata
lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang
lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi
dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang
berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian
disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai
berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata
orang lain.'
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang
paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas
dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain
menilai kita.'
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak
yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa
orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini
bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu
benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan
orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau
sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat
dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat
dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak
adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan
teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial
sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap
"nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai
"anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun
penilaian itu belum tentu kebenarannya.
Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang
melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama,
yaitu keluarga,
kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi
berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan
keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang
diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan
untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang
(narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya
atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar
apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak
bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di
masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi
karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
- Keluarga (kinship)
Bagi keluarga
inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan
tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah.
Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended
family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah
dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman,
dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah
padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar
anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi
yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut Gertrudge Jaeger
peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat
besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang
tuanya sendiri.
- Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman
bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar
rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat
rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi
setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja.
Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian
seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam
keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman,
dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara
mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya.
Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang
mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari
nilai-nilai keadilan.
- Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga
pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain
yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence),
prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity).
Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah
sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung
jawab.
- Media massa
Yang termasuk kelompok media
massa di sini adalah media cetak (surat
kabar, majalah, tabloid),
media elektronik (radio, televisi, video, film).
Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan
yang disampaikan.
Contoh:
·
Penayangan acara SmackDown! di televisi
diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa
kasus.
·
Iklan produk-produk tertentu telah
meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
·
Gelombang besar pornografi, baik dari
internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik
dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan
seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan
kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
- Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah,
kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama,
tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan
lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya
sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang
pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh
agen-agen ini sangat besar.
Peranan Pemuda dalam Sosialisasi Bermasyarakat
PEMUDA
merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan
kader keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan, betapa tidak peran
pemuda dalam membangun bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan,
peran pemuda yang menolak kekeuasaan.
Sejarah telah mencatat kiprah pemuda-pemuda
yang tak kenal waktu yang selalu berjuang dengan penuh semangat biarpun jiwa
raga menjadi taruhannya. Indonesia merdeka berkat pemuda-pemuda Indonesia yang
berjuang seperti Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Bung Tomo dan
lain-lain dengan penuh mengorbankan dirinya untuk bangsa dan Negara.
Dalam sebuah pidatonya, Sukarno pernah
mengorbakan semangat juang Pemuda apa kata Sukarno “Beri aku sepuluh pemuda,
maka akan kugoncangkan dunia”. Begitu besar peranan pemuda di mata Sukarno,
jika ada sembilan pemuda lagi maka Indonesia menjadi negara Super Power.
Satu tumpah darah, satu bangsa dan satu
bahasa merupakan sumpah pemuda yang di ikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928.
Begitu kompaknya pemuda Indonesia pada waktu itu, dan apakah semangat pemuda
sekarang sudah mulai redup, seolah dalam kacamata negara dan masyarakat
seolah-olah atau kesannya pemuda sekarang malu untuk mewarisi semangat
nasionalisime. Hal tersebut di pengaruhi oleh Globalisasi yang penuh dengan
tren.
Sukarno, Hatta, Syahrir seandainya mereka
masih hidup pasti mereka menangis melihat semangat nasionalisme pemuda
Indonesia sekarang yang selalu mementingkan kesenangan dan selalu mementikan
diri sendiri.
Sekarang Pemuda lebih banyak melakukan
peranan sebagai kelompok politik dan sedikit sekali yang melakukan peranan
sebagai kelompok sosial, sehingga kemandirian pemuda sangat sulit berkembang
dalam mengisi pembangunan ini.
Peranan pemuda dalam sosialisi bermasyrakat
sungguh menurun dratis, dulu bisanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti
kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat biasanya yang berperan aktif
dalam menyukseskan acara tersebut adalah pemuda sekitar. Pemuda sekarang lebih
suka dengan kesenangan, selalu bermain-main dan bahkan ketua RT/RW nya saja dia
tidak tahu.
Kini pemuda pemudi kita lebih suka peranan di
dunia maya ketimbang dunia nyata. Lebih suka nge Facebook, lebih suka aktif di
mailing list, lebih suka di forum ketimbang duduk mufakat untuk kemajuan RT,
RW, Kecamatan, Provinsi bahkan di tingkat lebih tinggi adalah Negara.
Selaku Pemuda kita dituntut aktif dalam
kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar. Kehadiran
pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi
masyarakat dan negara. Aksi reformasi disemua bidang adalah agenda pemuda
kearah masyarakat madani. Reformasi tidak mungkin dilakukan oleh orang tua dan
anak-anak.
Dengan penuh harapan moga pemuda-pemudi dan
generasi penerus harapan bangsa dapat menjelma menjadi sukarno-sukarno masa
depan dengan samangat juang yang tinggi. Sebagai motor perjuangan bangsa.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar